Jam di Smartphone-ku menunjukkan 20:55. Ini aku baru sekitar ½ jam nyampe rumah nih, gaizz.. capek bangett.. badan dan batin 😐 sakit kepala sebelah pula 😑 sedikit.
Si tablet putih-oren ada sih di kotak obat, tapi lihat gimana ntar dulu, aku berusaha nggak sikit² minum obat.
Barusan dah makan malam, Mi Goreng DAAI, dimasakin si Sulung, yang kumintai tolong.
Di foto ada dua buah Pir yang compang-camping ya, gaizz.. yang satu gompel, dan satunya robek, bonyok. Ada pratiin?
Itu tadi ceritanya aku ke supermarket, mau beli mi instan, untuk mengisi stok yang kosong di dapur. Menjelang rak tempat biasanya mi itu terletak aku melewati rak buah-buahan. Teringat istri dan anak-anak di rumah. Yang butuh serat. Butuh yang seger². Apalagi si Sulung sudah beberapa hari ini sariawan, panas dalam. Ya, agar bugar, tubuh kita memang butuh nutrisi buah-buahan. Ketemu Mangga, nggak ngerti itu Mangga jenis apa, gak ada label, jadi aku ambil satu bawa ke petugas timbang, tanya nama dan harga sekilonya berapa, dia bawa pergi nanya ke yang ngerti, balik² dah bawa stiker harga, langsung ditempelnya ke kantong plastik berisi buah Mangga, yang hanya sebuah itu, yaudah, gapapa.
Aku lanjut ke samping Mangga, ada Pir, kuning lembut warnanya, aku salah langkah, ngambil satu yang di bagian bawah tumpukan, belum setengah menit ada satu Pir yang jatuh ke lantai, sedikit kaget, untung Jantung sehat, nggak pingsan, tapi Pirnya pecah, ada retakan menganga. Awalnya aku sertamerta ambil, lihat ada retakan, taruh ke rak, trus milih yang lain di tumpukan. Gak terpikir untuk bertanggungjawab. Tapi sekian detik kemudian spontan teringat pengalaman yang --kalonggak salah ingat-- Warna Chi pernah ceritakan di Facebook, tempo hari, mengenai dirinya yang menjatuhkan suatu produk di supermarket, sedikit rusak, mengembalikannya ke rak, mengambil yang lain, namun oleh suaminya diajak untuk menyadari curangnya tindakan seperti itu, dan kemudian produk yang agak rusak itu diambil, dimasukkan ke troli belanjaan, dibayar, dan dibawa pulang. Satu bentuk tanggungjawab moral.
[ Eh, Warna atau Warni Chi ya? 😁 Ingat² lupa aku.. ]
Mengingat itu aku jadi merasa bersalah kalau membiarkannya di situ, yang kalo terambil konsumen² lain tentu tidak akan dipilih, maka Pir kecelakaan ini nggak laku, dan itu merugikan pihak penjualnya. Maka aku ambil Pir agak rusak itu, dan memasukkannya ke dalam kantong.
"Itulah kalau ngambilnya yang bagian bawah....", keluh seorang mbak yang sedang menyusun barang di dekat situ, nadanya lesu, mungkin jengkel juga, tapi nggak terdengar nada marah di suaranya.
Kukeluarkan dari kantong dan kuperlihatkan ke dia, "Ini, mbak, yang jatuh, pecah, aku ambil kok 😀", untuk menenangkan batinnya, padahal batinku pun tidak setenang yang terlihat di permukaan, aku merasa ini tidak sepenuhnya salahku, buah Pirnya yang sebanyak itu yang diletakkan di tempat yang salah, di paling atas, gimana kalau peminatnya bertubuh lebih rendah daripadaku!?, gimana andai si peminat berjangkauan lengan lebih pendek dariku!?, bukankah yang dijangkau juga yang bagian bawah!? Pir Xiangli yang hanya beberapa dan kecil², hanya sebaris dan sama sekali tidak bertumpuk, malah ditaruh di rak bawah. Aku sadari, ini alasan yang batinku cari-cari, untuk membebaskan diri dari kemelut. Lesu jadinya, nggak semangat belanja lagi. Ada sisi baiknya, nggak sampe harus keluar duit lebih banyak 😁
Selang nggak lama kembali aku melakukan kesalahan yang sama 😑 kurang fit kayaknya aku, lelah fisik serta batin nyaris seharian (tadi di toko aku nuker lampu, ngatur pencahayaan, angkut tangga sendiri, manjat tangga sendiri, lepasin lampu sendiri, pasang lampu sendiri, tuker lagi sendiri, coba ubah tempat lagi, sendiri, emang lagi pengen aja lakukan sendiri, lagi nggak pengen minta bantuan karyawan, mengganti lampu watt kecil dengan yang besar, dan yang bermerk dengan mutu terjamin, PHILIPS, agar baca majalahku nyaman, ngecek price-list-ku nyaman, dan konsumen pun nyaman), di sebelahnya aku nyomot yang bagian bawah juga 😢 dan ketika hendak jongkok eh ada dua lagi Pir yang jatuh, beberapa mbak sampe berseru kaget. Aku pungut dan taruh sekenanya di rak paling bawah, bermaksud membiarkannya di sana, tidak memboyongnya masuk kantong. Tapi kemudian perasaan kembali nggak enak. Aku ambil keduanya. Yang satu mulus, mungkin tidak langsung jatuh ke lantai keramik tapi singgah dulu di rak di dekatnya, baru kemudian meneruskan gelundungannya ngikuti gravitasi hingga ke lantai, kukembalikan ke tumpukan di rak atas. Yang satunya gompel, aku masukin ke kantong, dengan berat hati 😢 😑 nggak tau apakah nanti akan kumakan atau gimana, kotorkah?, terkontaminasikah? Lagi mumet gitu belum sempat mikir banyak.
Mi instan yang kuincar tidak berada di tempat biasanya, seorang mbak bilang stoknya sedang kosong. Yowes.. ke kasirlah aku menuju, bayar dan pulang. Eh tapi di perjalanan, mata masih menangkap deretan kopi tertata rapi, angan melayang ke kopi Kerinci, ketemu satu, ambil, pengen coba, tehnya sih sudah melanglang buana, hingga ke dapur Keluarga Istana Kerajaan Inggris Raya, tempo hari aku pirsa di tipi beritanya.
Berjalan memutar dan singgah dulu di area penimbang, dua bungkusan berisi Pir beda jenis ditimbang dan dilabeli, yang satu Yalie mulus, dan satunya berisi Century utuh 1 dan babak belur 2. Ditimbang, ditempeli label. Kubawa ke kasir, bayar, minta didusin, dan diikat biar nggak jebol, pulang.
Tindakan tersebut kunilai sudah tepat.
Maka tidak akan timbul penyesalan di kemudian.
Tanggungjawab memang sudah seharusnya dilaksanakan.
Jangan menjadi pengecut yang curang,
dan tidak berperasaan.
Nah ini dia tautannya, ke kisah yang Warna Chi ceritakan itu, cekidot:
https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=10155136064207510&id=692922509
Tidak ada komentar:
Posting Komentar